Pada umumnya, ketika suatu saham memiliki banyak buyer (pembeli) yang dominan, maka idealnya saham tersebut akan naik dalam jangka pendek. Tapi dalam praktiknya, terkadang kita juga menemukan saham yang buyer-nya jauh lebih banyak, namun harga sahamnya nggak naik bahkan cenderung turun.
Hal inilah yang sering menjadi pertanyaan para trader, terutama mereka yang sering mengamati buy sell asing, dan trader2 yang ingin mengikuti pergerakan 'big player'.
Hal inilah yang sering menjadi pertanyaan para trader, terutama mereka yang sering mengamati buy sell asing, dan trader2 yang ingin mengikuti pergerakan 'big player'.
Ada beberapa penyebab mengapa suatu saham yang banyak dibeli harganya masih nggak naik juga. Mari kita bahas..
1. Masih ada perlawanan jual
Walaupun pada menu broker summary anda melihat buyer (lokal maupun asing) lebih dominan dibandingkan seller, tetapi apabila tekanan jual dari trader ritel sangat besar, sangat mungkin harga saham tidak akan langsung naik.
Selain itu, jumlah seller (baik dari jumlah sekuritas yang sedang jualan, maupun jumlah lotnya) juga bisa menunjukkan bahwa ada perlawanan jual dari bandar saham lain, meskipun saham tersebut masih lebih banyak yang melakukan akumulasi (net buy).
Dengan kata lain, dibutuhkan jumlah lot yang jauh lebih besar lagi untuk bisa mengangkat harga sahamnya. Karena terjadi 'perang harga' antara permintaan (beli) dan penawaran (jual), maka bandar saham yang ingin menaikkan harganya akan berpikir dua kali: Apakah saham langsung dinaikkan atau ditahan terlebih dahulu, untuk memetakan seberapa besar kekuatan penawaran (seller).
2. Bandar masih menahan harga atau masih dalam tahap akumulasi
Sebenarnya kita semua tidak pernah tahu seberapa banyak jumlah lot dan duit yang perlu bandar keluarkan untuk benar2 bisa mengangkat harga saham ke resisten-resisten tertentu.
Jadi kalau anda melihat net buy yang sangat besar di suatu saham, belum tentu net buy sebesar itu bisa mengangkat harga sahamnya dalam waktu cepat. Dalam menaikkan harga saham, big player selalu punya banyak pertimbangan.
Big player bisa melakukan akumulasi terlebih dahulu sebelum mengangkat harganya (membeli saham secara terus-menerus dan bertahap, jadi harganya nggak langsung naik walaupun di saham tersebut banyak yang beli).
Kedua, seperti yang saya tuliskan tadi, bandar bisa jadi menahan harga saham terlebih dahulu, karena bandar masih menguji apakah ada big player lain yang melakukan aksi jual besar-besaran, atau menunggu trader ritel kehabisan barang (saham).
Nah kalau ternyata harga saham tidak naik, malah turun atau cenderung sideways, itu artinya, ada perlawanan dari 'pemain besar' (bandar) lainnya atau trader-trader ritel yang sebelumnya sudah memiliki banyak barang (saham), dan akhirnya sahamnya dijual dalam jumlah besar.
Itulah mengapa kalau anda sering amati buyer-seller suatu saham di broker summary, misalnya hari Senin dan Selasa saham SMRA banyak sekali buyer, tapi harga belum naik. Tiba2 hari Rabu, seller-nya jauh lebih banyak sehingga harganya cenderung koreksi atau sideways.
Itulah yang sering terjadi: Dibalik net buy yang bisa kita lihat secara kasat mata (melalui software trading), sangat mungkin ada big player lain atau trader2 ritel yang sudah punya banyak saham atau nyangkut dan ingin menjual sahamnya.
Jadi buat anda yang sering bertanya-tanya: Kenapa kok saham ini banyak buyer, tapi harganya malah turun? Itulah jawabannya.
Dan apa yang kita ulas ini sangat berkaitan dengan bandarmologi. Kalau anda sering berkunjung ke Saham Gain, di beberapa pos, salah satunya disini: Perlukah Mendalami Ilmu Bandarmologi Saham?
Saya pernah menuliskan bahwa big player tidak bisa 100% dijadikan patokan untuk membeli atau menjual saham. Bandar juga tidak mudah memasang titik2 harga yang mudah ditebak oleh trader2 ritel.
Anda boleh saja menganalisa secara ilmu bandarmologi. Menganalisa siapa big player di saham tersebut. Tetapi jangan pernah lupa untuk selalu mengutamakan analisis teknikal dalam trading, karena analisa teknikal bisa mencerminkan psikologis pasar. Anda bisa pelajari kembali tulisan saya disini: Belajar Analisis Teknikal atau Bandarmologi?
1. Masih ada perlawanan jual
Walaupun pada menu broker summary anda melihat buyer (lokal maupun asing) lebih dominan dibandingkan seller, tetapi apabila tekanan jual dari trader ritel sangat besar, sangat mungkin harga saham tidak akan langsung naik.
Selain itu, jumlah seller (baik dari jumlah sekuritas yang sedang jualan, maupun jumlah lotnya) juga bisa menunjukkan bahwa ada perlawanan jual dari bandar saham lain, meskipun saham tersebut masih lebih banyak yang melakukan akumulasi (net buy).
Dengan kata lain, dibutuhkan jumlah lot yang jauh lebih besar lagi untuk bisa mengangkat harga sahamnya. Karena terjadi 'perang harga' antara permintaan (beli) dan penawaran (jual), maka bandar saham yang ingin menaikkan harganya akan berpikir dua kali: Apakah saham langsung dinaikkan atau ditahan terlebih dahulu, untuk memetakan seberapa besar kekuatan penawaran (seller).
2. Bandar masih menahan harga atau masih dalam tahap akumulasi
Sebenarnya kita semua tidak pernah tahu seberapa banyak jumlah lot dan duit yang perlu bandar keluarkan untuk benar2 bisa mengangkat harga saham ke resisten-resisten tertentu.
Jadi kalau anda melihat net buy yang sangat besar di suatu saham, belum tentu net buy sebesar itu bisa mengangkat harga sahamnya dalam waktu cepat. Dalam menaikkan harga saham, big player selalu punya banyak pertimbangan.
Big player bisa melakukan akumulasi terlebih dahulu sebelum mengangkat harganya (membeli saham secara terus-menerus dan bertahap, jadi harganya nggak langsung naik walaupun di saham tersebut banyak yang beli).
Kedua, seperti yang saya tuliskan tadi, bandar bisa jadi menahan harga saham terlebih dahulu, karena bandar masih menguji apakah ada big player lain yang melakukan aksi jual besar-besaran, atau menunggu trader ritel kehabisan barang (saham).
Nah kalau ternyata harga saham tidak naik, malah turun atau cenderung sideways, itu artinya, ada perlawanan dari 'pemain besar' (bandar) lainnya atau trader-trader ritel yang sebelumnya sudah memiliki banyak barang (saham), dan akhirnya sahamnya dijual dalam jumlah besar.
Itulah mengapa kalau anda sering amati buyer-seller suatu saham di broker summary, misalnya hari Senin dan Selasa saham SMRA banyak sekali buyer, tapi harga belum naik. Tiba2 hari Rabu, seller-nya jauh lebih banyak sehingga harganya cenderung koreksi atau sideways.
Itulah yang sering terjadi: Dibalik net buy yang bisa kita lihat secara kasat mata (melalui software trading), sangat mungkin ada big player lain atau trader2 ritel yang sudah punya banyak saham atau nyangkut dan ingin menjual sahamnya.
Jadi buat anda yang sering bertanya-tanya: Kenapa kok saham ini banyak buyer, tapi harganya malah turun? Itulah jawabannya.
Dan apa yang kita ulas ini sangat berkaitan dengan bandarmologi. Kalau anda sering berkunjung ke Saham Gain, di beberapa pos, salah satunya disini: Perlukah Mendalami Ilmu Bandarmologi Saham?
Saya pernah menuliskan bahwa big player tidak bisa 100% dijadikan patokan untuk membeli atau menjual saham. Bandar juga tidak mudah memasang titik2 harga yang mudah ditebak oleh trader2 ritel.
Anda boleh saja menganalisa secara ilmu bandarmologi. Menganalisa siapa big player di saham tersebut. Tetapi jangan pernah lupa untuk selalu mengutamakan analisis teknikal dalam trading, karena analisa teknikal bisa mencerminkan psikologis pasar. Anda bisa pelajari kembali tulisan saya disini: Belajar Analisis Teknikal atau Bandarmologi?